#11 Her Short Story


Entah dari mana harus Aku mulai cerita menyedihkan ini. Sekujur tubuhku mendadak menjadi kaku setiap aku mengingatnya. Moni, begitu ia kerap dipanggil oleh teman-temannya  dari nama panjangnya Benny Filkor Wahab. Nama yang cukup mampu membuatku meleleh dan sejenak ingin berteriak saja dalam bayangan semunya. Aku lebih mengenalnya sebelum persimpangan pada tujuan yang berbeda itu terjadi. Mukaku akan menjadi pucat pasi dan suaraku akan menjadi parau membisik ketika Aku mengenangnya. Mungkin ini karena Aku yang terlalu lemah untuk melalui serpihan dari bagian hidup yang pahit ini. Kesedihan yang terlalu bermakna membuatku cukup lemah dan menguras waktuku untuk hal yang satu ini. Sungguh .. Aku tidak mampu menahan lagi air mataku yang sejak tadi siang aku bendung. Terlalu berarti aku mengungkapkannya. Aku terkejut membaca status yang hatiku saja tak pernah membayangkan.
“Girl, go away from my brother!”
Begitulah status gadis berusia 21 tahun itu. Mungkin semua orang akan bertanya hal yang sama jika berada pada posisiku. Yah .. Begitulah adanya. Aku tidak mau terlalu dalam memaknai status yang diupdate oleh gadis yang merupakan adik dari lelaki yang mengaku kekasihku itu. Seminggu sebelum siang yang menyesakan tadi kualami, jelas masih terasa bagaimana ia mengungkapkan rasa sayangnya padaku, bagaimana ia membangunkanku di pagi hari, memberiku semangat sepanjang hari, meninabobokanku di malam hari dan menjemputku untuk bermimpi. Begitulah sosok ia yang dimataku tak ada cacatnya sedikitpun.
Sebuah perkenalan di akhir bulan September itu telah membuatku terjebak dalam manis dan indahnya sebuah rasa. Dari pengakuannya yang masih terekam dalam otakku, ia telah lama mengenalku. Jauh sebelum ia mencoba menghubungiku yang dengan susah payah ia mendapat nomberku dari temennya yang juga adalah temanku. Berulang kali ia meminta nomberku pada temannya, si Icank, semenjak ia pertama kali berpapasan denganku di pelataran sebuah bank yang tepat berada di pinggir jalan. Ketika itu Aku hendak pulang bersama Icank dari sehabis menjadi host di sebuah acara music salah satu event rokok. Aku benar-benar tidak menyadari sebuah pertemuan itu. Bahkan sama sekali tidak mengingat rupanya ataupun sekedar warna kaos yang dia pakai dan sandal yang ia kenakan.
Beberapa bulan setelah kejadian itu, ketika aku berada dalam sebuah perjalanan menuju rumah temanku, sebut saja aska, ada missed call yang aku sama sekali tidak mengenal nomornya. Nomor hape cdma dengan kode area Samarinda itu membuatku bertanya siapakah gerangan dirinya. Tak lama setelah itu, ia menelpon lagi dan mulailah aku dan ia berbicara dalam suasana perkenalan yang asik dan memang merupakan kesan perkenalan pertama yang baik. Hingga hari demi hari Aku menikmati hubungan pertemanan yang nyaman dan penuh kesan indah itu. Dari penjelasan singkatnya, Aku pun tahu ternyata dia juga yang pernah menelponku tempo hari. Hanya saja Aku yang terlalu bodoh karena Aku mengira Icank yang bermaksud menelponku. Aku pun tak menghiraukannya karena aku lebih terfokus pada semangkok mie baso yang siap ku santap. Andai Aku tahu ia yang telpon, mungkin perkenalan itu dimulai lebih awal, tidak setelah ia berpindah ke Samarinda. Tapi sebuah penyesalan tak pernah tersirat pada perkenalan itu.
Pertemanan itu terjalin begitu indah. Aku ulangi pertemanan itu begitu indah. Memang. Kami saling terjebak dalam kata-kata dan bahasa-bahasa sederhana yang cukup bahkan sangat membius. Indah. Rasa nyaman yang sama-sama Aku dan ia rasakan membuat semua semakin akrab dan tak ada rasa canggung diantaranya. Kami mempunyai banyak persamaan yang sangat menarik dan juga banyak perbedaan yang menjadikan kami merasa saling melengkapi. Tak terasa pertemanan yang biasa kami sebut sebagai Teman Berbagi itu dengan cepat berganti menjadi Pasangan Berbagi. Berbagai topik pembicaraan pun terjadi. Dari mulai tentang teman berbagi, pasangan berbagi bahkan pasangan hidup yang benar-benar terukir indah dalam setiap proses visualisasi kami dari audio lantang pembicaraan kami di setiap pagi, siang, sore dan malam. Semakin membuat kami menyadari wujud manipestasi penciptaan-Nya yang Maha Indah yang harus disyukuri.
Semakin terasa dekat dan memikat. Satu lirik pun akhirnya tersirat dalam sebuah pesan singkat. Ia mengutif  sebuah lirik dan mengirimnya padaku.

“ketika kamu aku..melebur menjadi satu..dan hanya WAKTU yang mungkin bisa..memahami apa yang terjadi..apa yang sedang kurasa..apa yang sedang kau rasa..adalah cinta yang tak bisa..dijelaskan dengan kata-kata…”.

Sebuah kutipan sederhana tapi syarat makna dan membuat kami bisa saling mengingat. Pertemanan yang asyk pun meningkat selevel lebih tinggi menjadi kemesraan seirama dengan istilah yang kami ubah dari teman berbagi menjadi pasangan berbagi. Dalam penegasannya ia mengirim pesan di pagi hari saat membangunkan Aku.
“mlai hr ini km adlh psngan berbagiku…”.
Pesan yang mengejutkan dan membuat otot-otot pipiku berkerut membentuk lesung pipi dan bibirku pun dengan sendirinya melakukan cara-caranya merebah untuk tersenyum. Kami benar-benar menikmati semua rasa yang kami alami. Entah seperti apa orang menganggap hubungan kami, kami sudah tidak memperdulikannya. Kami saling menguatkan dan meyakinkan satu sama lain bahwa waktu akan menjawab semuanya. Walaupun dalam hati kami ada rasa sedikit kesal pada Icank, seorang teman yang kurang kreatif dalam hal memperkenalkan aku dan Benny. Yah.. mungkin karena Icang dulu pernah memintaku untuk menjadi ceweknya. -Aku mengerti-.
Kami menganggap semua itu anugerah yang terselip dalam sebuah cerita yang memang mungkin seharusnya begitu. Aku, dirinya selalu menganggap itu hal yang luar biasa. Memang. Bahasa Ana uhibbu ilaik sepertinya mendarah daging dalam setiap bahasa kami. Sungguh. Dengan segala keyakinan dan kenyamanan yang sama-sama kami rasakan, ia pun mulai mengenalkan seorang gadis, adiknya. Gadis itu bernama Rama Rahma Wahab. Sebuah perkenalan baru telah aku alami dengan salah satu anggota keluarganya. Kami hanya bertaut satu tahun. Aku lebih muda dari Rahma. Hari demi hari komunikasi pun terjalin dengan baik. Semua menambah sempurnanya hubungan aku dan Benny yang kerap orang-orang menyebutnya Long Distance Relationship. Hubungan yang kami bisa nikmati dan syukuri.

“Aku ga pny alasan knp Aku sayang ma kmu..yg jls Aku pngn kl suatu hr nanti kmu adlh org yg ptama Aku liat n Aku cium ktika Aku bgn pagii..”
Wanita mana yang tidak melted hatinya jika pasangan berbaginya berkata begitu dalam keadaan sadarnya. Semua akan mengakuinya itu indah, termasuk Aku. Banyak impian yang kami rencanakan untuk di masa yang akan datang. Dalam agendaku pun telah Aku jadwalkan untuk bertemu dengannya di bulan September tahun depan sesuai dengan permintaanya dan bertepatan dengan hari kelahirannya. Semua terencana dengan tersusun dan wajar. Saat Aku sakit terkapar tak berdaya, ia lah orang yang benar-benar kurasakan rasa khawatirnya, mungkin kedua setelah keluargaku. Karena Aku akan berdosa bila katakan ia yang pertama sebelum orang tuaku. Semua hari-hariku terasa lebih indah dan bermakna setelah bersamanya, walaupun ada jarak yang memisahkan dan waktu yang belum mempertemukan kami. Dan kadang menyesak satu sesal dan rasa kesel  karena mengingat ulah si Icank yang pelit dan selalu berbelit setiap Benny meminta number hape-ku padanya. Selalu teringat. Ulah teman yang konyol dan lucu. Itu pelengkap yang membuat kami tak sedikit pun mengurangi rasa syukur kami pada-Nya.
Dia tidak pernah mengeluh dengan kebiasaan burukku yang sering meninggalkannya begitu saja. Membuatnya menunggu pesan singkatnya dibalas padahal aku tertidur tak sadarkan diri. Ini salah satu hal baik yang membuatku semakin nyaman. Yah. Ia menerimaku apa adanya. Salah satu impiannya adalah ia ingin anak-anaknya nanti belajar bahasa Internasional dari orang yang menjadi Ibu dari anaknya. Akulah sosok yang ia anggap mampu melakukan itu. Menarik. Bukan aku tak mau menjadi sombong, tapi Aku tahu Dia tidak menyukai yang sombong. Ia membuatku merasa bahwa Aku benar-benar menjadi sosok seorang wanita. Tak pernah kami merasa bosan dengan semua cerita-cerita tentang kami masing-masing.
Suatu hari, selang beberapa waktu saja, diantara kemesraan Aku dan dia, Aku terbangun malam hari. Kebiasaanku untuk melakukan ritual malam yang dia pun ingin tertular. Dimasa itu perkuliahanku disibukan dengan berbagai tugas dan acara perkuliahan diluar yang cukup menguras tenaga dan fikiranku. Oleh karenanya Aku mencurahkan semua itu setiap dini hari. Tepat sekali saat Aku membuka mata dan membalikkan tubuhku dari tidurku, pukul 02.19.15, dering handphone-ku berbunyi. Aku membukanya. Dengan sedikit mata yang berat Aku membaca pesannya.
“Ana Uhibbu Ilaik, ya Ukhti…”
Begitu cara ia membangunkanku dini hari itu. Hal yang tidak seperti biasanya. Dia untuk pertama kalinya begadang dibalik kesibukannya mengurus sebuah toko miliknya yang bisa memanjakan wanita dengan aneka keperluan wanita yang tersedia. Dini hari yang janggal menurutku. Tapi Aku mencoba untuk berfikir positif. Mungkin ia terbangun atau ia melakukan sesuatu di waktu itu.
16 Nopember dini hari adalah waktu yang tak biasa. Iya. Tak biasa. Awkward.
Hingga pagi Aku berkali-kali membalas pesan singkatnya. Bertanya dengan penuh penasaran tentangnya dan keadaannya. Seperti biasa, kami memang selalu berkomunikasi kapanpun kami sempat. Tapi apa yang terjadi? Aku hanya menunggu. Tak ada balasan ataupun sekedar merespon rasa penasaranku mengapa ia terbangun dini hari itu. Aku mengira ia tertidur. Begitulah Aku mencoba positive thinking pada pasangan berbagiku. Waktu demi waktu, siang malam pun berganti. Namun, balasan tak kunjung ada. Semakin besar rasa penasaran itu, semakin Aku berfikir hal-hal yang memungkinkan ia tak membalas semua pesanku. Telah banyak pesan kukirim. Prasangka, praduga dan rasa sayang yang tak lupa selalu Aku ungkapkan. Aku mulai bingung. Hari pertama, kedua, ketiga hingga keempat dan seterusnya masih juga tak ada kabar.
Tuhan. Beri aku jawaban. Ada apa dan mengapa. Aku bersedih, Tuhan. Menunggu kabar tentangnya. Air mata yang sedari siang Aku tahan akhirnya jatuh juga. Aku melangkahkan kakiku dengan lemas dan wajah yang lusuh. Aku pulang ke rumah, berjalan diantara hujan yang gerimis mengiringi air mata yang sekejap saja ingin Aku cucurkan. Aku memasuki kamarku. Terpaku. Terdiam. Mengingat jelas status yang Aku baca dalam salah satu jejaring sosial milik Rahma, adik Benny. Aku berdiri dibalik pintu kamarku. Menggigil kedinginan karena hujan dan menangis sejadi-jadinya. Aku terisak membuka bendungan air mata. Tubuhku melemah dan tertunduk. Aku terduduk memeluk erat lututku. Seolah Aku memeluk bayangan ia yang terpisahkan jarak. Dadaku semakin sesak dan air mataku tak pernah berkompromi. Kesedihanku terluapkan dalam sudut kamar itu. Aku benar-benar merasa sendiri dan terkhianati. Terjebak dalam kebingungan dan ketidaktahuan akan tentangnya. Dadaku terasa sesak. Aku mengenangnya dalam tangisan. Bertanya dalam hati. Pasangan berbagi, aku menunggumu. Aku ungkapkan semua rasa bertahanku dalam beberapa bait puisi.
  
Losing You

There is nothing I could do in my lonesome
There is nothing I could say making awesome
I stay numb behind the pink shower curtain
Wait for the beautiful tragic killing curtains

It must be lie if I were have a dream in my pillow
I used to loved you and never leave you anyhow 
Baby, I would like to look forward to you
Baby, I won’t through this part without you

I don’t want to pain the dark and sorrow
It’s like the cancer which is gnaw and grow
I was damned for all these kinds of curses
I have to take a shit away from all nurses

Hell, Yeah! I ain’t the scandal of those cases
We don’t even know how this life become tragedies
Whole being of my fucking mind has been focused
For something worth that I have already lose

I realized indeed you were not here any longer
Whereas I convinced, hence I got the best of the stronger
For one the unloved, we have to learn how to love
For one the forgotten, we have to learn how to forgive
(22Nop’09 @ 17:00)

Jum’at, 27 Nopembar 2009 yang bertepatan dengan perayaan hari Idul Adha itu, setelah Aku melaksanakan sembahyang magrib Aku hendak membaca Al-Qur’an. Ada satu pesan singkat yang mengalihkan perhatianku. Aku membukanya dan membacanya dengan perlahan.
“Aq tak pny hati utk menyakiti dirimu..”
Hati yang mana yang tidak tersentuh membaca pesan seperti itu. Pesan yang datang dari seorang lelaki yang selama itu Aku tunggu kabarnya. Dalam sadarnya hanya memberi jawaban seperti itu. Mataku seperti terbius dan segera bereaksi. Saat itu juga Aku menangis sejadi-jadinya dengan perasaan galau. Itupun yang terjadi ketika Aku menulis cerita ini. Mungkin akan terjadi hal yang sama ketika nanti suatu hari Aku membaca cerita ini-menangis-untuk mengenang semua tentangnya. Aku merasakan sesak yang dalam di dadaku. Jari-jariku bergetar ketika mencoba mambalas pesan itu. Sementara itu, air mataku dengan cepat mengalir membasahi muka dan tanganku. Aku kembali menangis di sudut kamarku sendiri. Suara Sammy dengan lagunya ‘mengenangmu’ seolah menyempurnakan kesedihanku saat itu. Sedih yang mendalam. Tanpa seorang pun yang mampu menyeka air mataku. Aku terlarut dalam rasa pilu. Tak lama setelah Aku membalas pesannya, kembali ia membalas dengan singkat, dan pesan itu sebagai pesan yang terakhir kalinya yang ia kirim untuk Aku.

“Gda yg slh n gda yg hrz d salahkn...mksh bwt smua...Mdh2an kta bs ktmu d saat yg tepat..”
Sama saja. Semua tak menjawab semua pertanyaanku selama itu. Aku sama sekali tidak membutuhkan jawaban yang terlalu diplomatis, Aku ingin segala yang pasti. Mulai saat itu, Aku seperti orang bodoh yang terjebak dalam jalan yang buntu. Bertanya pun seperti pada orang yang bisu dan cacat rasa. Tapi Aku yakin dia bukan orang yang tunacinta. Aku terjebak pula dengan sesuatu yang Aku yakini, tentu tak akan pernah Aku sesali. Semenjak itu Aku hanya bisa mencoba berdiri tangguh dengan hati yang penuh keragu-raguan.  Berusaha berpura-pura tersenyum sekedar memberi energi positif pada semua orang di sekelilingku. Padahal jauh di dalam sana terpemdam hati yang pilu mengendap dan terus tersimpan. Tentu bukan untuk Aku lupakan, tapi untuk ku simpan dan ku kenang. Berniat suatu hari Aku akan terbiasa mengingatnya dengan tanpa air mata setetes pun. Tuhan telah memenangkan kehendak-Nya. Tak apa, asalkan malaikat tak pernah keliru dengan catatan-catatannya. Aku akan selalu menjalani dan menghadapi apa yang ada di depanku dengan sedikit berusaha untuk bijak. Tulus. Penuh syukur.
4 April 2010..
Pasangan berbagi, aku udah kelarin semua PPL-ku..PKL-ku,,aku juga udah kelarin laporan-laporannya. Aku ga pernah lupa selalu menulis namamu dalam setiap tulisanku.. jadilah yang terindah buatku.. seperti katamu.. My Endless Love..
Pasangan berbagi, sekarang aku lagi dengerin lagunya,, mengingat dan mengenangmu.. sekarang aku udah kost.. sesuatu yang pernah kita diskusikan lalu hari itu.. aku menangis tanpa seorang pun yang tau dan menyeka air mataku.. Aku sayang kamu.. T.T
=========================================================PAST

Bye..

0 comments:

Post a Comment

 

Followers

Links

BumiBloggerWarung Blogger