Beyond the Distance

#EdisiSaya
#Inhale-Exhale



Lagi-lagi tentang suatu keajaiban. tiba-tiba saya merasa saya ingin membuat beberapa kalimat sederhana yang bisa saya baca ulang suatu hari nanti. Mungkin tulisan ini calonnya. Tentang lalu. Setelah mendengarkan pepatah seorang guru besar-buat saya, Bapak Siddiq. Bukan karna kata-katanya yang sesuai dengan keadaan saya, bukan karena angin kencang dan hujan deras di luar sana dan bukan juga karena lirik-lirik lagu yang terlalu mayor yang saya dengarkan via headset saya. Beberapa menit saya dibuat terdiam, berfikir keras dan mencoba menenangkan diri. Mencari mindset yang bagus, sebagus mungkin. Setelah beberapa waktu itu mindset saya babak belur. Kata-kata yang disampaikan Beliau membuat saya harus berusaha keras menahan air mata yang nyaris jatuh di ujung pelupuk mata.

Beberapa waktu yang lalu, saya mengalami hal yang nyaris sama. Hari itu tanggal 6 Juni di tahun yang saya lupa, saya bertemu dengan seorang laki-laki. Nanda, yang kemudian beberapa menit setelah terjadi percakapan saya tahu namanya. Kurang jelas memang bagaimana saya bisa terjebak dalam sebuah percakapan aneh bersama orang itu. Tidak terlalu jelas juga saya mengingat perkiraan tinggi dan berat badannya. Saya hanya mengingat wajahnya yang selalu santun dan simple wise smile-nya yang membius. Mas Nanda, itu panggilan yang saya tambahkan setelah saya tahu bahwa usianya di atas saya beberapa tahun. Dengan sengaja, saya akan skip isi percakapan saya bersama Mas Nanda. Waktu yang sangat singkat itu benar-benar membuat saya kaget yang luar biasa. Tidak lebih dari 30 menit, jam 16.15 sore kami sudah saling pamit untuk pulang ke tempat masing-masing setelah sebelumnya kami tabrakan di sebuah pusat belanja di kota itu.

Ada perasaan berat dan aneh. Sesuai pesannya, saya pulang dan langsung ambil air wudhu dan sholat Ashar dilanjutkan do'a. Perasaan saya semakin kuat dan saya mencoba memulai komunikasi via sms. Komunikasi singkat sedikit membuat saya tenang setelah saya dibuat kaget dan aneh. Sore itu adalah sore yang berbeda dari sore-sore biasanya. Saya menenangkan diri dalam do'a. Ada perasaan yang saya sendiri tidak mengerti bahwa saya harus dan pasti akan bertemu lagi dengan Mas Nanda. Yakin.

Sampai beberapa waktu kemudian saya menjalani, menikmati dan mensyukuri yang saya alami itu. Kami makin dekat dan saling merasa nyaman. Naluri berkata saya harus menjawab 'iya' saat Mas Nanda mengajak saya menjadi pasangan berbaginya. Selanjutnya saya panggil dia-kaka. Banyak hal yang terjadi, begitu saja. Kami mensyukuri semuanya.

Suatu hari, saya mengiyakan ajakan dia untuk bertemu lagi di kota itu lagi. Bahagia itu terasa dengan sendirinya, meluap-luap. Tak sedikit rencana yang kami buat. Tak sedikit cerita yang kami lewati. Sampai pada akhirnya, kurang lebih 3 sampai 4 jam lagi waktu bertemu akanlah terjadi.

Saya tertidur dalam perjalan dan terbangun karena telpon dan sms-smsnya. Sore hingga malam. Malam itu, tiba-tiba sms-sms undelivered dan nomornya dia out of reach. Saya terus-terusan mengirim sms dan menghubunginya. Mencoba juga menghubungi nomor teman-temannya. Masih dengan fikiran yang positif, saya terus mengubungi semuanya. Saya berfikir di tempat itu tidak ada sinyal karena memang biasanya begitu. Namun perasaam saya berubah menjadi penasaran dan khawatir yang begitu sangat.

Satu hari, dua hari masih belum bisa dihubungi. Hari ke empat saya coba mencari info kecelakaan di kota itu via browsing, hasilnya tidak ada. Saya melakukan segala cara untuk mencari infonya. Perasaan khawatir saya yang luar biasa belum terjawab juga. Hari ke tujuh saya coba hubungi hotel di kota yang dia hampiri sebelumnya dan tidak menjawab juga. Saya mencari dan terus mencari. Sampai hari ke sembilan saya masih terus berusaha mencari. Hari itu, dua hari menjelang keberangkatan dia untuk ibadah umroh ke tanah suci. Saya masih mencari, menunggu dalam perasaan khawatir dan penasaran yang luar biasa.
Setiap sholat, setiap siang dan malam saya terus mencari. Dalam do'a saya tidak pernah berhenti.
Bapak Siddiq mengingatkan saya, saya harus ikhlas. Lalu bagaimana bisa saya mengikhlaskannya dalam waktu secepat itu? Waktu itu saya dalam keadaan yang sangat kehilangan. Saya harus mema'afkan semua masa lalu saya, bukan untuk dilupakan. Sekedar cerita yang saya harus relakan dengan kesadaran saya.
Saya kembalikan semuanya pada Allah. Saya berusaha untuk ikhlas dengan keadaan itu. Keadaan harus kehilangan orang yang saya sayang.



In every step I make, every breath I take, I pray for you, I love you.

:*

2 comments:

 

Followers

Links

BumiBloggerWarung Blogger